Maraknya iming-iming keuntungan bisnis properti jangan sampai membuat Anda terlena. Ingatlah, tak ada bisnis tanpa risiko.
Saat
ini marak dorongan untuk berbisnis properti dengan iming-iming tanpa
modal. Formula sederhana yang digunakan adalah membeli rumah untuk
kemudian dikontrakkan (terutama buat kos-kosan).
Pendapatan dari
hasil kontrakan inilah yang digunakan untuk membayar kredit, sehingga
Anda seolah terbebas dari kewajiban bulanan.
Keuntungan lain yang
diperoleh adalah aset properti tersebut. Jadi tanpa membayar, Anda
diperkirakan bisa memiliki aset tersebut setelah kredit lunas. Apalagi
nilai asetnya sudah naik.
Semudah inikah? Belum tentu. Pertama,
kita harus menyiapkan uang muka yang biasanya sebesar 30 persen dari
pinjaman yang diberikan bank. Sehingga, tidak ada bisnis yang gratis.
Untuk
mengingatkan, ada beberapa hal yang perlu diwaspadai agar bisnis
properti benar-benar bisa menguntungkan sesuai harapan. Beberapa hal
yang bisa mempengaruhi bisnis properti Anda:
Aset tidak likuid
Kenalilah
bahwa properti bukan termasuk aset yang likuid. Maksudnya, aset yang
tidak cepat bisa dicairkan seperti uang tunai atau koin emas.
Untuk
mengubah properti jadi uang tunai yang bisa dipertukarkan, tentu kita
harus menjualnya dulu. Mengingat harganya yang mahal, butuh waktu lama
untuk memindahkan kepemilikannya ke orang lain agar kita mendapat uang
tunai.
Beban suku bunga pinjaman
Saat ini,
suku bunga bersih atau selisih antara suku bunga pinjaman dan tabungan
di Indonesia adalah yang terbesar di Asia Tenggara. Yakni, mendekati 6
persen. Imbauan Bank Indonesia agar suku bunga kredit diturunkan, nyaris
tak terdengar. Padahal, Bank Indonesia terbilang sering menurunkan suku
bunga acuan.
Dalam bisnis properti berupa kontrakan, perilaku
rente perbankan harus diimbangi dengan perubahan harga sewa kontrakan.
Mungkinkah naik beriringan dengan kenaikan cicilan?
Biaya perawatan
Katakanlah
Anda tetap mengambil kredit pemilikan rumah. Akan bagus seandainya
rumah tersebut sudah bisa langsung menghasilkan pendapatan bulanan. Tapi
jika belum, berarti Anda harus menghitung biaya perawatan bulanan
hingga rumah tersebut benar-benar bisa menghasilkan.
Tentu saja
yang dihitung bukan sekadar biaya material. Namun, ongkos merawat rumah
plus waktu yang dikeluarkan juga harus dikonversi sebagai biaya.
Promosi
Jika
yang Anda beli adalah rumah baru, jangan lupakan biaya mencari
konsumen. Baik yang dilakukan melalui iklan, maupun lewat jasa pencari
konsumen. Semuanya tetap biaya dan harus dihitung ketika ingin
mengalkulasi hubungan antara pendapatan dengan biaya kewajiban kredit
yang harus dibayar.
Situasi ekonomi
Ketika
situasi ekonomi membaik, kebutuhan tenaga kerja untuk produksi akan
meningkat. Seiring banyaknya orang yang memiliki pendapatan, kebutuhan
akan tempat tinggal pun meningkat. Termasuk di dalamnya kebutuhan rumah
tinggal sementara alias kontrakan.
Tapi jangan lupa pikirkan
kondisi sebaliknya. Kelesuan situasi ekonomi bisa juga menjadi ancaman
pada bisnis properti. Kemampuan dan jumlah penyewa pun bisa turun.
Pajak
Jangan
anggap remeh yang satu ini. Kota Bekasi, Jawa Barat, mulai tahun depan
memberlakukan pajak rumah kos dan kontrakan sebesar 10 persen.
Pendapatan dari persewaan rumah yang sedianya digunakan untuk membayar
kredit, bisa tergerus. Bisa-bisa sisa pendapatan Anda makin tipis.
Periksalah
satu ihwal ini. Jangan-jangan di tempat Anda berbisnis properti
kebijakan ini sudah diberlakukan. Namun ini menjadi tidak penting, jika
memang Anda ingin jadi pengemplang pajak kelas teri.
Karena itu,
kenali dengan baik lahan bisnis yang akan Anda masuki. Apalagi bukan
mustahil, harga properti turun. Sudah banyak negara yang mengalaminya.
Karena itu, alangkah baiknya berpikir seperti pengusaha properti
berpengalaman. Naik-turunnya permintaan sudah dihitung asumsinya sejak
awal.
Herry Gunawan jadi wartawan pada 1993
hingga awal 2008. Sempat jadi konsultan untuk kajian risiko berbisnis di
Indonesia, kini kegiatannya riset, sekolah, serta menulis.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Belum ada tanggapan untuk "Jangan Asal Bisnis Properti"
Posting Komentar